inquirybg

Efek sinergis regulator pertumbuhan tanaman dan nanopartikel oksida besi pada organogenesis in vitro dan produksi senyawa bioaktif pada St. John's wort.

Dalam penelitian ini, efek stimulasi dari pengobatan kombinasipengatur pertumbuhan tanamanPengaruh 2,4-D dan kinetin serta nanopartikel oksida besi (Fe₃O₄-NPs) terhadap morfogenesis in vitro dan produksi metabolit sekunder pada *Hypericum perforatum* L. telah diteliti. Perlakuan optimal [2,4-D (0,5 mg/L) + kinetin (2 mg/L) + Fe₃O₄-NPs (4 mg/L)] secara signifikan meningkatkan parameter pertumbuhan tanaman: tinggi tanaman meningkat sebesar 59,6%, panjang akar sebesar 114,0%, jumlah tunas sebesar 180,0%, dan berat segar kalus sebesar 198,3% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perlakuan gabungan ini juga meningkatkan efisiensi regenerasi (50,85%) dan meningkatkan kandungan hiperisin sebesar 66,6%. Analisis GC-MS mengungkapkan kandungan hiperosida, β-patolena, dan setil alkohol yang tinggi, yang mencakup 93,36% dari total luas puncak, sementara kandungan total fenolik dan flavonoid meningkat hingga 80,1%. Hasil ini menunjukkan bahwa regulator pertumbuhan tanaman (PGR) dan nanopartikel Fe₃O₄ (Fe₃O₄-NPs) memberikan efek sinergis dengan merangsang organogenesis dan akumulasi senyawa bioaktif, yang merupakan strategi menjanjikan untuk peningkatan bioteknologi tanaman obat.
St. John's wort (Hypericum perforatum L.), juga dikenal sebagai St. John's wort, adalah tanaman herba abadi dari famili Hypericaceae yang memiliki nilai ekonomi.[1] Komponen bioaktif potensialnya meliputi tanin alami, xanton, floroglusinol, naftalenediantron (hiperin dan pseudohiperin), flavonoid, asam fenolik, dan minyak atsiri.[2,3,4] St. John's wort dapat diperbanyak dengan metode tradisional; namun, sifat musiman metode tradisional, perkecambahan biji yang rendah, dan kerentanan terhadap penyakit membatasi potensinya untuk budidaya skala besar dan pembentukan metabolit sekunder secara terus menerus.[1,5,6]
Dengan demikian, kultur jaringan in vitro dianggap sebagai metode yang efektif untuk perbanyakan tanaman secara cepat, konservasi sumber daya plasma nutfah, dan peningkatan hasil senyawa obat [7, 8]. Zat pengatur pertumbuhan tanaman (PGR) memainkan peran penting dalam mengatur morfogenesis dan diperlukan untuk budidaya kalus dan organisme utuh secara in vitro. Optimalisasi konsentrasi dan kombinasinya sangat penting untuk keberhasilan penyelesaian proses perkembangan ini [9]. Oleh karena itu, pemahaman tentang komposisi dan konsentrasi zat pengatur yang tepat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan kapasitas regeneratif St. John's wort (H. perforatum) [10].
Nanopartikel oksida besi (Fe₃O₄) adalah kelas nanopartikel yang telah atau sedang dikembangkan untuk kultur jaringan. Fe₃O₄ memiliki sifat magnetik yang signifikan, biokompatibilitas yang baik, dan kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mengurangi stres lingkungan, sehingga telah menarik perhatian yang cukup besar dalam desain kultur jaringan. Aplikasi potensial dari nanopartikel ini dapat mencakup pengoptimalan kultur in vitro untuk meningkatkan pembelahan sel, meningkatkan penyerapan nutrisi, dan mengaktifkan enzim antioksidan [11].
Meskipun nanopartikel telah menunjukkan efek pendorong yang baik pada pertumbuhan tanaman, studi tentang aplikasi gabungan nanopartikel Fe₃O₄ dan regulator pertumbuhan tanaman yang dioptimalkan pada *H. perforatum* masih langka. Untuk mengisi kesenjangan pengetahuan ini, penelitian ini mengevaluasi efek gabungan keduanya pada morfogenesis in vitro dan produksi metabolit sekunder untuk memberikan wawasan baru dalam meningkatkan karakteristik tanaman obat. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki dua tujuan: (1) mengoptimalkan konsentrasi regulator pertumbuhan tanaman untuk secara efektif mendorong pembentukan kalus, regenerasi tunas, dan perakaran in vitro; dan (2) mengevaluasi efek nanopartikel Fe₃O₄ pada parameter pertumbuhan in vitro. Rencana selanjutnya termasuk mengevaluasi tingkat kelangsungan hidup tanaman hasil regenerasi selama aklimatisasi (in vitro). Diharapkan hasil penelitian ini akan secara signifikan meningkatkan efisiensi mikropropagasi *H. perforatum*, sehingga berkontribusi pada penggunaan berkelanjutan dan aplikasi bioteknologi dari tanaman obat penting ini.
Dalam penelitian ini, kami memperoleh eksplan daun dari tanaman St. John's wort tahunan yang ditanam di lapangan (tanaman induk). Eksplan ini digunakan untuk mengoptimalkan kondisi kultur in vitro. Sebelum dikultur, daun dibilas secara menyeluruh di bawah air suling yang mengalir selama beberapa menit. Permukaan eksplan kemudian didesinfeksi dengan direndam dalam etanol 70% selama 30 detik, diikuti dengan perendaman dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1,5% yang mengandung beberapa tetes Tween 20 selama 10 menit. Terakhir, eksplan dibilas tiga kali dengan air suling steril sebelum dipindahkan ke media kultur berikutnya.
Selama empat minggu berikutnya, parameter regenerasi tunas diukur, termasuk tingkat regenerasi, jumlah tunas per eksplan, dan panjang tunas. Ketika tunas yang diregenerasi mencapai panjang minimal 2 cm, tunas tersebut dipindahkan ke media perakaran yang terdiri dari media MS setengah kekuatan, asam indolbutirat (IBA) 0,5 mg/L, dan guar gum 0,3%. Kultur perakaran dilanjutkan selama tiga minggu, di mana tingkat perakaran, jumlah akar, dan panjang akar diukur. Setiap perlakuan diulang tiga kali, dengan 10 eksplan dikultur per replikasi, menghasilkan sekitar 30 eksplan per perlakuan.
Tinggi tanaman diukur dalam sentimeter (cm) menggunakan penggaris, dari pangkal tanaman hingga ujung daun tertinggi. Panjang akar diukur dalam milimeter (mm) segera setelah bibit dikeluarkan dengan hati-hati dan media tanam dihilangkan. Jumlah tunas per eksplan dihitung langsung pada setiap tanaman. Jumlah bintik hitam pada daun, yang dikenal sebagai nodul, diukur secara visual. Nodul hitam ini diyakini sebagai kelenjar yang mengandung hiperisin, atau bintik oksidatif, dan digunakan sebagai indikator fisiologis respons tanaman terhadap perlakuan. Setelah semua media tanam dihilangkan, berat segar bibit diukur menggunakan timbangan elektronik dengan akurasi miligram (mg).
Metode untuk menghitung tingkat pembentukan kalus adalah sebagai berikut: setelah mengkulturkan eksplan dalam media yang mengandung berbagai zat pengatur pertumbuhan (kinase, 2,4-D, dan Fe3O4) selama empat minggu, jumlah eksplan yang mampu membentuk kalus dihitung. Rumus untuk menghitung tingkat pembentukan kalus adalah sebagai berikut:
Setiap perlakuan diulangi tiga kali, dengan setidaknya 10 eksplan diperiksa dalam setiap pengulangan.
Tingkat regenerasi mencerminkan proporsi jaringan kalus yang berhasil menyelesaikan proses diferensiasi tunas setelah tahap pembentukan kalus. Indikator ini menunjukkan kemampuan jaringan kalus untuk berubah menjadi jaringan yang terdiferensiasi dan tumbuh menjadi organ tanaman baru.
Koefisien perakaran adalah rasio jumlah cabang yang mampu berakar terhadap jumlah total cabang. Indikator ini mencerminkan keberhasilan tahap perakaran, yang sangat penting dalam mikropropagasi dan perbanyakan tanaman, karena perakaran yang baik membantu bibit bertahan hidup lebih baik dalam kondisi pertumbuhan.
Senyawa hiperisin diekstraksi dengan metanol 90%. Lima puluh mg bahan tanaman kering ditambahkan ke 1 ml metanol dan disonikasi selama 20 menit pada 30 kHz dalam pembersih ultrasonik (model A5120-3YJ) pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Setelah sonikasi, sampel disentrifugasi pada 6000 rpm selama 15 menit. Supernatan dikumpulkan, dan absorbansi hiperisin diukur pada 592 nm menggunakan spektrofotometer Plus-3000 S sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh Conceiçao et al. [14].
Sebagian besar perlakuan dengan zat pengatur pertumbuhan tanaman (PGR) dan nanopartikel oksida besi (Fe₃O₄-NPs) tidak menginduksi pembentukan nodul hitam pada daun tunas yang beregenerasi. Tidak ada nodul yang diamati pada semua perlakuan dengan 0,5 atau 1 mg/L 2,4-D, 0,5 atau 1 mg/L kinetin, atau 1, 2, atau 4 mg/L nanopartikel oksida besi. Beberapa kombinasi menunjukkan sedikit peningkatan perkembangan nodul (tetapi tidak signifikan secara statistik) pada konsentrasi kinetin dan/atau nanopartikel oksida besi yang lebih tinggi, seperti kombinasi 2,4-D (0,5–2 mg/L) dengan kinetin (1–1,5 mg/L) dan nanopartikel oksida besi (2–4 mg/L). Hasil ini ditunjukkan pada Gambar 2. Nodul hitam mewakili kelenjar kaya hiperisin, baik yang terjadi secara alami maupun yang bermanfaat. Dalam penelitian ini, nodul hitam terutama dikaitkan dengan pengcoklatan jaringan, menunjukkan lingkungan yang menguntungkan untuk akumulasi hiperisin. Perlakuan dengan 2,4-D, kinetin, dan nanopartikel Fe₃O₄ meningkatkan pertumbuhan kalus, mengurangi pengcoklatan, dan meningkatkan kandungan klorofil, menunjukkan peningkatan fungsi metabolisme dan potensi pengurangan kerusakan oksidatif [37]. Penelitian ini mengevaluasi efek kinetin dalam kombinasi dengan 2,4-D dan nanopartikel Fe₃O₄ pada pertumbuhan dan perkembangan kalus St. John's wort (Gambar 3a–g). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa nanopartikel Fe₃O₄ memiliki aktivitas antijamur dan antimikroba [38, 39] dan, bila digunakan dalam kombinasi dengan regulator pertumbuhan tanaman, dapat merangsang mekanisme pertahanan tanaman dan mengurangi indeks stres seluler [18]. Meskipun biosintesis metabolit sekunder diatur secara genetik, hasil aktualnya sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Perubahan metabolisme dan morfologi dapat memengaruhi kadar metabolit sekunder dengan mengatur ekspresi gen tanaman tertentu dan merespons faktor lingkungan. Lebih lanjut, inducer dapat memicu aktivasi gen baru, yang pada gilirannya merangsang aktivitas enzimatik, akhirnya mengaktifkan berbagai jalur biosintesis dan mengarah pada pembentukan metabolit sekunder. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa pengurangan naungan meningkatkan paparan sinar matahari, sehingga meningkatkan suhu siang hari di habitat alami *Hypericum perforatum*, yang juga berkontribusi pada peningkatan hasil hiperisin. Berdasarkan data ini, penelitian ini menyelidiki peran nanopartikel besi sebagai inducer potensial dalam kultur jaringan. Hasil menunjukkan bahwa nanopartikel ini dapat mengaktifkan gen yang terlibat dalam biosintesis hesperidin melalui stimulasi enzimatik, yang menyebabkan peningkatan akumulasi senyawa ini (Gambar 2). Oleh karena itu, dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh dalam kondisi alami, dapat dikatakan bahwa produksi senyawa tersebut secara in vivo juga dapat ditingkatkan ketika stres sedang dikombinasikan dengan aktivasi gen yang terlibat dalam biosintesis metabolit sekunder. Perlakuan kombinasi umumnya memiliki efek positif pada tingkat regenerasi, tetapi dalam beberapa kasus, efek ini melemah. Perlu dicatat, perlakuan dengan 1 mg/L 2,4-D, 1,5 mg/L kinase, dan berbagai konsentrasi dapat secara independen dan signifikan meningkatkan tingkat regenerasi sebesar 50,85% dibandingkan dengan kelompok kontrol (Gambar 4c). Hasil ini menunjukkan bahwa kombinasi spesifik nanohormon dapat bertindak secara sinergis untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi metabolit, yang sangat penting untuk kultur jaringan tanaman obat. Palmer dan Keller [50] menunjukkan bahwa perlakuan 2,4-D dapat secara independen menginduksi pembentukan kalus pada St. perforatum, sementara penambahan kinase secara signifikan meningkatkan pembentukan kalus dan regenerasi. Efek ini disebabkan oleh peningkatan keseimbangan hormonal dan stimulasi pembelahan sel. Bal dkk. [51] menemukan bahwa perlakuan Fe₃O₄-NP dapat secara independen meningkatkan fungsi enzim antioksidan, sehingga meningkatkan pertumbuhan akar pada St. perforatum. Media kultur yang mengandung nanopartikel Fe₃O₄ pada konsentrasi 0,5 mg/L, 1 mg/L, dan 1,5 mg/L meningkatkan laju regenerasi tanaman rami [52]. Penggunaan kinetin, 2,4-diklorobenzotiazolinon, dan nanopartikel Fe₃O₄ secara signifikan meningkatkan laju pembentukan kalus dan akar, namun, potensi efek samping penggunaan hormon-hormon ini untuk regenerasi in vitro perlu dipertimbangkan. Misalnya, penggunaan 2,4-diklorobenzotiazolinon atau kinetin dalam jangka panjang atau konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan variasi klonal somatik, stres oksidatif, morfologi kalus abnormal, atau vitrifikasi. Oleh karena itu, laju regenerasi yang tinggi tidak selalu menjamin stabilitas genetik. Semua tanaman hasil regenerasi harus dinilai menggunakan penanda molekuler (misalnya RAPD, ISSR, AFLP) atau analisis sitogenetik untuk menentukan homogenitas dan kemiripannya dengan tanaman in vivo [53,54,55].
Studi ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa penggunaan gabungan regulator pertumbuhan tanaman (2,4-D dan kinetin) dengan nanopartikel Fe₃O₄ dapat meningkatkan morfogenesis dan akumulasi metabolit bioaktif utama (termasuk hiperisin dan hiperosida) pada *Hypericum perforatum*. Rejimen perlakuan yang dioptimalkan (1 mg/L 2,4-D + 1 mg/L kinetin + 4 mg/L Fe₃O₄-NPs) tidak hanya memaksimalkan pembentukan kalus, organogenesis, dan hasil metabolit sekunder, tetapi juga menunjukkan efek induksi ringan, yang berpotensi meningkatkan toleransi stres tanaman dan nilai obatnya. Kombinasi nanoteknologi dan kultur jaringan tanaman menyediakan platform yang berkelanjutan dan efisien untuk produksi senyawa obat skala besar secara in vitro. Hasil ini membuka jalan bagi aplikasi industri dan penelitian masa depan tentang mekanisme molekuler, optimasi dosis, dan presisi genetik, sehingga menghubungkan penelitian mendasar tentang tanaman obat dengan bioteknologi praktis.

 

Waktu posting: 12 Desember 2025